MENGENALKAN MUSIK KLASIK LEWAT GITAR KLASIK

“CLASSICAL ECHOES” Dwi Hansen Rilis Album ke 3

MENGENALKAN MUSIK KLASIK LEWAT GITAR KLASIK. Di tengah ketidakpastian yang disebabkan pandemi covid-19 ini, Dwi Hansen tetap menjaga produktifitas dan terus berkarya. Di awal tahun 2021 ini, Dwi Hansen telah merilis album ketiganya berjudul “CLASSICAL ECHOES”. Kontras dengan dua album pertamanya yang membawakan karya-karya orisinil, kali ini ia memutuskan untuk memilih repertoar-repertoar musik klasik sebagai materi album ketiganya. Penasaran dengan apa yang melatarbelakangi Dwi Hansen mengambil keputusan itu? Berikut ulasannya berdasarkan perjumpaan kami dengan gitaris muda berbakat ini.

Dunia Musik Klasik, Kabar Gembira

Baru saja, dunia musik klasik tanah air mendapatkan kabar yang cukup menggembirakan. Tepatnya pada Kamis, 28 Januari 2021, seorang gitaris Steven Dwi Hansen atau yang akrab disapa Dwi Hansen telah merilis album ketiganya berjudul “CLASSICAL ECHOES”.

Merupakan suatu hal yang dinanti oleh dunia musik klasik tanah air akan sumbangan-sumbangan diskografi semacam ini. Karena, meskipun selama ini sudah ada musisi klasik lain yang turut melakukannya, tapi masih terbilang jarang.

Sehubungan dengan itu, dunia musik klasik kali ini mendapat tambahan koleksi album dari seorang gitaris muda, Dwi Hansen.

Sebuah upaya yang sebetulnya harus terus dilaksanakan oleh para musisi klasik di samping kegiatan pentas yang mereka lakukan. Mengingat, publik pendengar musik klasik di Indonesia masih belum begitu luas.

Upaya semacam ini boleh diartikan sebagai salah satu jalan mereka dalam memperluas segmen pendengarnya. Penentuannya, tinggal bagaimana semua itu disokong marketing dan strategi pemasaran yang efektif, serta edukasi publik yang berkesinambungan.

Di tahun 2020 kemarin, Hansen mengaku pandemi covid-19 sempat membuatya menjadi sangat tidak produktif.

Bayangin, aku dari awal tahun 2020 cuma menghasilkan satu single aja. Itu emang rada kacau sekali sih 2020. hahaha…

Unproductive!”, tambah Hansen. Meskipun begitu, album ketiganya ini telah membuktikan keteguhan dan determinasinya untuk terus berkarya sebagai musisi.

Musik Klasik di Album ketiga

Album Dwi Hansen kali ini agaknya cukup kontras dengan dua album yang ia rilis sebelumnya. Kebanyakan lagu pada dua album tersebut adalah karya orisinil serta beberapa aransemen fingerstyle lagu daerah dan pop.

Selain itu, pemilihan gaya komposisi karya orisinil di album Hansen sebelumnya lebih banyak menekankan aspek easy listening.

Artinya, dengan memilih deretan repertoar musik klasik di album ketiga ini, bisa dikatakan Hansen tidak ambil pusing dengan resiko. Tentunya jika dilihat dari segmen pendengar musik klasik yang masih terbatas.

Mengenalkan Musik Klasik

Namun, keputusan tersebut bukannya diambil secara serampangan tanpa ada maksud yang menjadi perhatian Hansen.

Ada misi di balik album ketiganya.

Yang pertama, secara tidak langsung dengan merilis album ber-genre klasik, Dwi Hansen di sini nampak ingin menunjukan latar belakang pengalaman studi musiknya. Proses dan pencapaian Hansen selama ini bisa diperoleh karena bekal pendidikan musik klasik yang ia tempuh, khususnya dengan instrumen utama gitar klasik.

Yang kedua, adalah untuk melengkapi dunia musik tanah air, dengan mengangkat genre musik klasik melalui media gitar.

Yang ketiga, melalui album ini Hansen juga ingin mencoba mendobrak stereotip bahwa musik klasik sulit dipasarkan, sebagaimana yang diyakini banyak musisi lain. Meski di sisi lain tidak bisa dipungkiri, stereotip itu ada karena memang segmen pendengarnya relatif masih sedikit.

“klasik ngga jalan di Indonesia,” terus akhirnya nge pop. Umumnya kayak gitu kan? Mungkin memang benar, mungkin dia memang realistis. Cuman kalau nggak ada yang mencoba meakukan ya mana bakal ada. Aku pikir kaya gitu. Makanya aku coba (mulai dari) diriku sendiri ya.

Yang keempat, masih sehubungan dengan yang di atas, yaitu untuk ikut mengenalkan atau mempopulerkan musik klasik di Indonesia.

Ya aku tu kayak nabi lah, mendakwahkan. Hahaha . . . Nggak nggak, bercanda. Ya aku mengenalkan aja. Kalo mereka nggak ngerti ya aku mengenalkan. Tentunya sebisaku melalui proyek album ini… Sikat aja lah! hahaha . . .

Tentunya, Hansen juga menyadari bahwa misi tersebut tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Dampaknya tidak mungkin akan langsung terasa dalam waktu dekat.

Namun, dari sebuah upaya kecilnya ini ia berharap lama-lama musik klasik juga bisa menjadi genre yang lumrah dijumpai. Khususnya bagi pendengar musik secara luas di tanah air.

“CLASSICAL ECHOES” meliputi 12 repertoar dari 8 komponis yang berasal dari beberapa pembabakan periode musik klasik.

Mulai dari:

  • Johann Sebastian Bach
  • Domenico Scarlatti
  • Frederic Chopin
  • Agustin Barrios Mangore
  • Enrique Granados
  • Isaac Albeniz
  • Erik Satie
  • Francisco Tarrega

Musikalitas dan Kreativitas Dwi Hansen

Semua repertoar pilihannya ini merupakan nomor-nomor favorit Dwi Hansen. Karena itu, hampir semua dari sederet repertoar tersebut telah diedit dan disesuaikan menjadi versi miliknya sendiri.

Tentunya dengan beberapa pertimbangan musikal, seperti yang berkenaan dengan voicing, orkestrasi, warna suara, dan yang pasti ekspresi musikalnya.

Menariknya lagi ada beberapa repertoar di album “CLASSICAL ECHOES” yang merupakan transkripsi dari karya untuk instrumen lain. Khususnya karya Chopin dan Erik Satie. Suatu kerja artistik yang patut menjadi inspirasi bagi gitaris-gitaris lain.

Beberapa repertoar pilihannya itu selaras dengan isu musikal yang juga ingin diangkat Dwi Hansen.

Yakni keunggulan instrumen gitar dalam hal kekayaan warna suara yang dikandungnya. Di samping kekurangan-kekurangan pada instrumen gitar seperti sustain yang pendek dan terkesan perkusif.

Singkatnya, album ini merupakan eksperimen kreatif Dwi Hansen dalam menonjolkan kelebihan sekaligus menyiasati kekurangan instrumen gitar menjadi karakter musik yang khas.

Tantangan Musikal dan Kreatifitas

Kesulitan-kesulitan dalam eksperimen semacam itu sudah tentu tidak bisa dihindari.

Tidak jarang menuntut rasa percaya diri dan keberanian musisi ketika harus mengambil keputusan. Namun tanpa hambatan seperti ini, kreativitas juga tidak akan muncul.

Seperti yang Dwi Hansen alami ketika mengerjakan beberapa penyesuaian pada Gnosseinne no.1 milik Erik Satie.

Menurutnya repertoar Gnosseinne sesungguhnya sangat cocok dimainkan pada posisi open string. Namun pada akhirnya ia lebih memilih untuk memainkan dalam tonalitas asli, yakni F minor.

Negosiasi Musikal

Bukannya tanpa pengorbanan dan bagi Dwi Hansen sendiri merupakan keputusan dilematis. Mengejar tonalitas asli karya Satie ini mengharuskan ia menggunakan capo.

Namun, pastinya ada nilai-nilai tersendiri yang ingin Dwi Hansen sampaikan pada para pendengar, sehingga ia lebih memilih untuk menekankan keaslian tonalitas pada karya ini.

Tidak kalah menarik, tantangan terbesar dalam album ini terdapat pada Nocturne no.20 karya Frederic Chopin.

Beberapa dari kita barangkali juga sudah tahu apa sebabnya.

Chopin adalah seorang komponis-pianis dari abad Romantik. Dalam konteks ini, karya-karya piano Romantik terkenal dengan harmoni dan progresi chord-nya yang sangat kaya.

Sehingga dapat dipastikan kesulitannya terletak pada reduksi akor dan pemilihan warna suara, mengingat register suara gitar tidak seluas instrumen piano. Sehingga tidak mungkin memainkan secara utuh seperti karya aslinya.

Seperti yang diakui Dwi Hansen sendiri.

(Karya) Chopin, salah satu transkripsi yang paling nguras pikiran, karena dilihat dari kapasitas instrumen gitar, seperti sustain, jumlah not yang dimainkan, ngga bisa selengkap piano, dan segala macem kan. Jadi itu banyak… ngakal-ngakal voicing, susunan not, kan beda banget sama gitar.

Namun bukannya pesimis, justru dengan kelebihan gitar dalam hal warna suaranya yang kaya dan kemungkinan melakukan teknik vibrato, Hansen mencoba keluar dari jebakan musikal itu.

Bukan sembarang tantangan yang mudah untuk ditaklukan tentunya. Mengkonversi cara bertutur khas instrumen piano (pianistik) menjadi cara bertuturnya instrumen gitar (gitaristik).

Kira-kira kerja artistik semacam itulah yang sedikitnya diupayakan seorang Dwi Hansen dalam album ketiga, CLASSICAL ECHOES: Menonjolkan esensi gitar.

Penasaran, seperti apa hasil semua upaya kreatif dan musikalitas seorang Dwi Hansen? Buat kalian yang ingin segera mendengar bisa segera memesan CD-nya di info pemesanan berikut ini.

Info Pemesanan Album:

[email protected] | DM via IG @dwi_hansen dan FB Dwi Hansen

Worksheet ini bertujuan untuk membantu kita agar lebih peka terhadap element-element utama musik ketika kita mendengarkan musik.

Dukung kami untuk menghasilkan konten-konten berbasis pengetahuan yang berkualitas.

Abstraksi musik adalah start-up media musik yang berfokus pada pemberdayaan dan pengembangan ekosistem musik di Indonesia.

Download

Follow Abstraksi

© Abstraksi Musik.