Sebelum abad 19, sebenarnya situasi pertunjukan musik klasik juga serupa dengan yang terjadi pada pertunjukan musik genre lain hari ini.
Di mana orang dengan bebas mengapresiasi dengan bertepuk tangan atau berteriak antusias kapanpun mereka mau.
Para penonton juga bisa menonton dengan sikap bebas. Sambil berbicara sembari menikmati pertunjukan musik yang dipertontonkan.
Pertunjukan musik pada masa itu dipraktikan untuk memenuhi fungsi hiburan.
Namun mulai abad 19, para komponis seperti Schumann, Mendelssohn, dan Wagner, mulai tidak puas dengan orientasi pertunjukan musik sebagai hiburan semata.
Tentu dengan hiruk-pikuk keramaian yang menyertainya.
Namun lebih dari itu, mereka juga ingin menggerakan para penonton lewat musik yang mereka buat.
Komponis ingin penonton menyimak dengan sungguh setiap detail keindahan dalam musik yang sudah susah payah mereka buat.
Wagner adalah contoh komponis yang menjadi salah satu figur kunci dalam perubahan tata cara menonton musik klasik.
Baginya, apresiasi penonton sebaiknya menyesuaikan musik yang dipentaskan.
Pertunjukan operanya ingin ia tinggikan. Bukan hanya sebagai event hiburan semata, tetapi sebuah drama sakral yang menuntut tingginya apresiasi.
Sehingga ia menuntut tata cara menonton yang demikian sunyi dan dingin.