Pak Sarjiyo adalah lurah di kampung saya. Bisa dibilang dia adalah seorang lurah yang sukses. Lagi-lagi ini kalau diukur dari perspektif kampung saya ya,,, bukan kampung yang lain. Namun, seperti yang banyak orang bilang, kalau di balik kesuksesan seorang pria selalu ada wanita yang hebat (?). Apakah itu kebetulan saja atau pernyataan itu memang benar adanya secara univesal (?), Entahlah. Setidaknya dalam kasus ini mitos itu terbukti benar, karena kesuksesan Pak Sarjiyo sebagai seorang lurah merupakan hasil kerja kolaborasi antara Pak Lurah dan Bu lurah, yaitu Bu Sarjiyo.
Percaya atau tidak, Bu Lurah memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam mendukung kepimpinan Pak Sarjiyo sebagai Lurah secara underground. Usut punya usut, Bu Lurah bak koordinator badan intelijen yang anggotanya terdiri dari ibu-ibu rumah tangga di kampung kami. Bahkan saking lihainya, Bu Lurah dapat “menyetir” perspektip para ibu-ibu ini tanpa mereka sadari.
Berkat kecakapannya yang luar biasa, ia dapat mengkoordinir para ibu-ibu high speed transfer data (ibu-ibu gosip) beserta jalur distribusinya, tukang sayur andalan kampung kami, yaitu Mas Bayu dan Mas Tarto, serta beberapa titik warung kelontong yang menjadi sarang pertukaran data dan informasi.
Karena penguasaan Bu Lurah terhadap jalur distribusi dan titik-titik yang menjadi tempat pertukaran data, Bu Lurah selalu bisa mendapat informasi aktual yang menjadi perbincangan di antara warganya.
Saya sempat menyangsikan, apakah data yang Bu Lurah peroleh itu kredibel? Karena dilihat dari pengambilan datanya yang acak dari berbagai sumber, seharusnya butuh waktu lama dalam menguji validitasnya. Konon dari debat politik di TV yang pernah saya dengar, validitas itu penting karena pemimpin membutuhakan data akurat ketika harus mengambil kebijakan yang tepat-guna.
Namun, bagaikan seorang ilmuan yang sudah sangat berpengalaman, sepertinya Bu Lurah mempunyai cara yang sangat efisien dalam mengkonfirmasi dan mengolah data yang ia peroleh secara tepat. Sayangnya saya belum bisa membaca metode Bu Lurah itu. Maklum, “metopen” saya di kampus hanya mendapat predikat B-. Syukur masih bisa lulus.
Salah satu hasil kerja Bu Lurah yang dilakukan secara shadow, adalah ketika di kampung kami muncul gejala keresahaan akibat tindak tanduk Mas List yang kebetulan saat itu sedang sepi orderan job. Di masa-masa sulit itu, Mas List jadi gemar mencari calon-calon bakat musik untuk diorbitkan Mas List melalui manajemen yang katanya ingin segera ia bangun.
Masa sulit orderan job bagi Mas List agak berbeda dengan kita-kita tetangga kampung yang hanya rakyat jelata kelas menengah ke bawah. Umumnya, sepi order jadi sumber masalah pemasukan untuk menunjang hidup. Namun, itu bukan persoalan yang berarti bagi Mas List karena latar belakang keluarganya yang sudah tajir-melintir sejak ia belum lahir. Yang jadi masalah akibat sepi order bagi Mas List adalah ia jadi kehilangan kesibukan. Bayangkan saja, di hari-hari normal ia biasa mengerjakan orderan minimal 3 musik dalam sehari.
Seperti orang kebanyakan yang secara tiba-tiba berubah kebiasaannya, psikologis pasti agak terganggu, minimal mengalami kecemasan berlebih. Amit-amit kalau sampai konslet betulan. Belum lagi ditambah melihat rekan-rekan musisi dalam ekosistem kampungnya yang jadi nganggur dan “susah pilih menu makan”. Mas List tergolong orang yang punya empati tinggi pada orang lain. Barangkali karena ia berkecimpung dalam musik?, konon dari koran yang tidak sengaja pernah saya baca, dikatakan bahwa musik bisa meningkatkan banyak aspek kepribadian.
Rasa tanggung jawab dan kepedulian Mas List yang tinggi, serta kecintaannya terhadap musik menjadi desire Mas List untuk bergerak mencari bakat-bakat musikal di berbagai belahan kampung kami.
Komitmen yang tinggi terhadap semua itu membuat Mas List ingin melancarkan sebuah langkah solutip demi menjamin kelangsungan hidup musisi. Yaitu dengan membuat menejemen artis dan mempersunting semua musisi wanita berbakat yang bersedia untuk dibina selama masa sepi order. Sehingga begitu masa sulit terlewati tanpa hambatan, mereka semua siap untuk diorbitkan melalui manajemenya tersebut. Hal ini dilakukan, karena Mas List bersungguh-sungguh ingin menjaga talenta berbakat yang ada di kampung kami. Tentunya supaya bakat-bakat musik yang ada tidak perlu banting setir demi kelangsungan hidupnya.
Namun, justru niat tulus Mas List menjadi keresahan warga sekitar dan menjadi buah bibir Ibu-Ibu high speed transfer data di kampung kami. Tidak tinggal diam, Bu Lurah yang mendengar informasi tersebut segera mengambil tindakan prefentif dengan cara memberikan suatu kesibukan terhadap Mas List. Sehingga ia bisa terdistraksi dari kesibukanya mencari “bakat-bakat musikal”. Saya menduga keputusan Bu Lurah ini didasari suatu telaah berkenaan dengan kebiasaan Mas List yang mulai mencari bakat-bakat musikal ketika sedang sepi orderan.
Saya kira, Bu Lurah juga sangat mengerti betul karakter Mas List yang suka diberi tantangan baru dan itu akan memicu seluruh kemampuanya dalam hal musik. Apa lagi Mas List juga sempat membuat branding diri sebagai seorang musisi dan akademisi. Pastinya tidak akan gentar dan enggan meruntuhkan gengsinya kalau sampai gagal menyelesaikan persoalan yang jelas-jelas merupakan bidangnya.
Ada cerita kecil di balik branding Mas List sebagai musisi dan akademisi ini bermula.
Sore itu di warung Mas Elon saya mendapati Mas List sedang membaca sebuah koran. Sugguh ini adalah pemandangan langka melihat Mas List membaca koran. Saya yang saat itu sedang antri gorengan hangat hanya diam tanpa menyapa Mas List karena tak ingin mengganggunya yang sedang khusyuk membaca. Tiba- tiba Mas List tampak bingung kemudian melirik ke seluruh area warung, hingga mata Mas List tertuju kepada saya, kemudian bertanya sambil berteriak antusias “ Woy… Parto!, akademisi itu artinya apa ya?!”, Saya yang sedang dalam antrian untuk mendapatkan gorengan hangat dengan reflek, sontak menjawab “berpendidikan tinggi dan intelektual, Mas!”.
Mas List termenung kemudian, sambil menghisap rokoknya perlahan di antara serpihan sinar senja yang menerangi wajahnya. Saya menduga dalam pikiranya dia sedang membuka tabir kenangan akan hal yang pernah dia laluli sewaktu muda. Mungkin kenangan ketika sedang mengenyam pendidikan musiknya di sebuah tempat kursus, di tepi kota.
Dia kembali menghisap rokoknya secara perlahan tapi pasti. Mas List tampak sangat menikmati rokoknya saat itu, membuat saya yang sedang antri gorengan juga ingin menyalakan rokok saya karena bibir mulai terasa asam. Tiba-tiba Mas List berteriak mantap, “yak!”, dan berucap “sekarang aku musisi dan akademisi!”. Dia tersenyum seakan baru mendapatkan wahyu dari yang kuasa untuk menunaikan tugas suci.
Berlanjut kepada pencarian bakat, setelah hal tersebut berjalan kurang lebih satu bulan, apa yang dilakukan Mas List semakin menimbulkan keresahan di kampung kami. Maklum saja, karena langkah solutip-nya itu bisa dibilang “terlalu kreatif” bagi orang-orang di kampung kami. Tiba-tiba Mas List dipanggil ke kelurahan. Seolah tanpa ada angin tanpa ada hujan, Mas List secara official di-hire membuat stock musik oleh Pak Lurah untuk beberapa video kebutuhan penyuluhan kelurahan 2 tahun ke depan.
Yang sampai menyita perhatian saya pribadi, adalah permintaan Pak Lurah tentang gambaran musik yang diinginkan. Pak lurah waktu itu meminta Mas List membuat musik berjumlah 20 track, masing-masing track-nya berdurasi 10 menit, dengan ketentuan: musiknya dibuat banyak up-beat, menggunakan idiom musik tradisi dengan nilai not 1/29 + 1/2, bergaya disco 80an, tapi beat-nya tetap kalem, tenang, dan slow, dan nuansa 80 an harus dapet walaupun kentara kalau sound-nya modern.
Sejujurnya saya sedikit kaget, Pak Lurah punya bayangan musik seperti itu. Refrensi musik apa yang didengarkan Pak Lurah?, Memang sih, rumah Pak Lurah adalah salah satu pemilik jaringan internet terkencang dikampung kami, yang kecepatanya setara dengan kecepatan internet kecamatan. Di sini saya menyadari satu hal dan mulai bertanya apakah adanya percepatan informasi yang masif dapat menstimulus orang untuk berfikir lebih berkembang?.
Mas List langsung menerima pesanan Pak Lurah dengan menjawab, “Siap, Pak!., Pak Lurah memberikan waktu selama 6 bulan untuk proses penggarapan. Selain itu Mas List diberikan fasilitas di ruang belakang kelurahan, sebuah work space yang sudah diatur ruang akustiknya dan dilengkapi dengan peredam, makan 3 kali sehari, rokok 2 bungkus/hari, internet, speaker flat, sound card, mic condenser, mic dynamic, keyboard, laptop dan software original untuk membuat musik.
Dan benar! Sesuai prediksi dan skenario yang dibuat oleh Bu Lurah. Memberi kesibukan baru meminta Mas List menyelesaikan tantangan dari Pak Lurah bisa dianggap berhasil dalam mendistraksi kebiasaan waktu luangnya mencari bakat. Dan sekarang semua waktu Mas List dihabiskan hanya untuk menyelesaikan semua pekerjaan yang diberikan Pak Lurah.
Dampak positifnya, perlahan-lahan, keresahan di awal yang sempat menjadi buah bibir ibu-ibu high speed transfer data bisa fade out kemudian. Hilangnya gosip tentang tindak-tanduk Mas List membuat situasi kampung menjadi tenang lagi. Saya memuji dan salut akan Bu Lurah sebagai pendukung di balik layar kekuasaan Pak Lurah dalam memainkan perannya sebagai pengumpul informasi dan ahli strategi.
Panduan ini memuat wawasan mendasar tentang latihan beserta langkah-langkah penerapan cara berlatih yang efisien dan efektif untuk memperoleh keterampilan musikal yang optimal.
Dukung kami untuk menghasilkan konten-konten berbasis pengetahuan yang berkualitas.