PEKAN KOMPONIS INDONESIA KEMBALI DIGELAR: ELABORASI GAGASAN ARTISTIK, PERKEMBANGAN TEKNOLOGI, & IDENTITAS KULTURAL

Hari Pertama Pekan Komponis Indonesia

PEKAN KOMPONIS INDONESIA KEMBALI DIGELAR: ELABORASI GAGASAN ARTISTIK, PERKEMBANGAN TEKNOLOGI, & IDENTITAS KULTURAL. Pada hari Sabtu dan Minggu kemarin (6-7/11/2021), secara berurut-urut, Pekan Komponis Indonesia kembali digelar. Acara rutin tahunan yang diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta (sejak 1979) sempat vakum hampir selama 10 tahun (1988-1997) dan terkendala pandemi covid-19 sejak penyelenggaraannya yang terakhir (2019). Namun pada 6-7 November 2021 kemarin Pekan Komponis Indonesia akhirnya bisa diadakan kembali secara daring.

Pekan Komponis Indonesia 2021 hari pertama dibuka melalui live streaming pada Sabtu, 6 November di kanal youtube Dewan Kesenian Jakarta.

Pekan Komponis Sebagai Ajang Pencarian Gagasan Artistik

Acara dibuka dengan kata sambutan Adra Karim sebagai ketua komite musik Dewan Kesenian Jakarta. Dalam kata sambutannya, Adra menyampaikan bahwa melalui Pekan Komponis ini, Komite Musik DKJ ingin memberikan tempat bagi para komponis muda, pelaku seni, dan publik untuk saling terhubung, berdialog, dan berkespresi melalui karya-karya mereka dalam suatu forum.

Secara lebih spesifik, Pekan Komponis Indonesia dibuat untuk mewadahi para komponis muda dalam mengelaborasi gagasan artistik dan pencarian musik baru yang merepresentasikan perkembangan musik pada saat ini, seiring dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan pada jamannya.

Musik dan Kecerdasan Buatan

Setelah kata sambutan, kemudian acara dilanjutkan sesi diskusi mengenai ‘Musik dan Kecerdasan Buatan’, dengan narasumber Patrick Hartono dan Stevie Sutanto.

Tema tersebut diusung untuk membicarakan bagaimana teknologi kecerdasan buatan mempengharuhi praktik musik hari ini dan sejauh apa para komponis menggunakan teknologi tersebut dalam membuat komposisi.

Setelah diskusi, acara diteruskan dengan pemutaran video dokumenter Pekan Komponis yang merangkum perjalananya sejak tahun 1979.

Presentasi Karya Pekan Komponis Hari Pertama

Pada sesi selanjutnya, beberapa komponis menampilkan karya-karya yang kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab seputar komposisi yang telah dipresesntasikan sebelumnya.

Beberapa komponis yang menampilkan komposisinya di hari pertama antara lain:

  • Nova Ruth X Rolfast (Kisah Kasih Ibu Laut)
  • Jason Mountairo (Letter for the Innocent)
  • Sraya Murtikanti (Nuutsih)
  • Markus Rumbino (Sound of Papua)
  • Gatot Danar (Katalompen 3 – Homage to Gunawan Maryanto)

Ide dan Latar Belakang Komposisi

Karya Nova Ruth X Rolfast terinspirasi dari puisi dan mimpi tentang dua sosok mistis kepercayaan Jawa yang dikenal sebagai ‘Ibu Laut’. Inspirasi tersebut kemudian dituangkan menjadi komposisi musik dengan instrumen gitar, kendang, gamelan, vokal, beserta alunan ombak yang memandu ritme musik.

Sedangkan Jason Mountario terinspirasi dari situasi mencekam di awal pandemi covid-19. Dari latar belakang itu ia mencoba membuat komposisi yang bisa mengekspresikan suasana kelam tersebut. Dengan pemilihan instrumen tiup (saxophone) karena dianggap bisa lebih merepresentasikan orang berbicara dibanding instrumen lainnya. Selain itu, Komposisi Jason banyak menggunakan lompatan-lompatan interval yang jauh untuk menggambarkan arwah-arwah yang sedang berinteraksi.

Sraya Murtikanti terinspirasi dari soundscape tempat tinggalnya yang berada di lingkungan pengerajin perak. Lingkungan tersebut telah menjadi bagian dari tradisi lokal komponis saat kecil. Komposisinya menceritakan tentang kesengsaraan leluhur yang bermata pencaharian sebagai petani, namun mendapatkan jalan rejekinya dengan menjadi pengerajin perak. Instrumen gong, kempur, bende, dan kelentong digunakan untuk mengimitasi soundscape pembuatan kerajinan logam, sedangkan pengolahan vokal yang spesifik diaplikasikan untuk merepresentasikan fenomena sosial yang diangkat.

...............

Serupa dengan Sraya yang menggunakan soundscape, komposisi Markus Rumbino dilatar belakangi oleh pengalaman mendengarnya atas berbagai peristiwa bunyi di berbagai lingkungan suku adat Papua. Idenya adalah menangkap berbagai soundscape peristiwa seni melalui teknologi. Karena teknologi bisa mengatasi segala keterbatasan letak geografis untuk mengakses berbagai pertunjukan seni dari berbagai suku di daerah setempat.

Di urutan terakhir, Gatot Danar terinspirasi dari beberapa elemen. Yang pertama adalah teks sastra dari Gunawan Maryanto yang ia gunakan sebagai syair vokal pada komposisinya. Kemudian karya Gatot juga merupakan hasil refleksinya tentang batas-batas yang mulai kabur antara komponis dan pemain. Ia melihat bahwa sebuah komposisi adalah hasil negosiasi artistik antara komponis dengan pemain, terutama pada komposisi yang melibatkan improvisasi. Di samping itu juga, ada teknologi yang bisa memberikan kontribusi artistik dalam sebuah penciptaan musik, khususnya ‘sampling‘. Batas-batas inilah yang dielaborasikan dalam karya Gatot Danar dalam karyanya ‘Katalompen 3 – Homage to Gunawan Maryanto’.

Pekan Komponis Hari Kedua

Pekan Komponis Indonesia 2021 dilanjutkan pada hari kedua, Minggu, 7 November 2021 di kanal youtube Dewan Kesenian Jakarta.

Hari kedua dibuka dengan diskusi bertema ‘Bagaimana Memahami Gagasan dan Capaian dalam Komposisi Musik’. Pada diskusi hari kedua ini Pekan Komponis turut mengundang beberapa narasumber yang merupakan komponis seperti Dieter Mack, Dion Nataraja, dan Marisa Sharon. Tema ini diusung untuk membicarakan berbagai macam aspek dan cara-cara yang terlibat dalam menilai, mengapresiasi, serta memahami sebuah komposisi musik.

Presentasi Karya Pekan Komponis Hari Kedua

Acara diselingi dengan pemutaran video dokumenter ‘Pekan Komponis Indonesia 1979-2021’, dan dilanjutkan dengan presentasi karya beberapa komponis seperti:

  • Rifal Taufani (Pengorbanan)
  • Rani Jambak (Merantau – In Progress)
  • Jody Diamond (1. Asmarantaka, 2. Bahasas)
  • Aryo Adhianto (Sawo 1/2 Mateng)
  • Kristijan Krajncan (1. Vodnjak/The Well, 2. Vo nase selo/In Our Village 3. Tri Jetrve/Three Sisters in Law)

Ide dan Latar Belakang Komposisi

Rifal membuat karya ini berdasarkan memori masa kecil dan perenungannya atas tradisi Karapan Sapi di Madura. Beberapa kesan afektif hasil renugnannya ia wujudkan dalam musik melalui timbre instrumen yang bisa dianggap mewakili kesan-kesan afektif tersebut, seperti cello, saronen, saron, dan lonceng.

Sedangkan latar belakang pembuatan komposisi Rani Jambak berasal dari perjalanannya mencari jati diri dan identitas kebudayaan. Banyak makna spiritualitas yang ia peroleh dari perjalanan tersebut dan ia tuangkan menjadi komposisi dengan soundscapesoundscape hasil pendokumentasian bunyi yang ia lakukan.

Berbeda dengan komponis lain yang membuat karya secara mandiri, komposisi Jody Diamond, ‘Asmarantaka’, dihasilkan dari kerjasama dengan seorang komponis Solo bernama Wahyu Toyib Hambayun. Karya Jody yang ditampilkan melibatkan percampuran motif-motif dari karya sebelumnya yang kemudian dikembangkan secara kreatif. Sedangkan karya Jody yang ke dua, ‘Bahasas’, banyak menggunakan idiom folklore (ekspresi lisan dari berbagai macam bahasa daerah) karena ketertarikannya dengan berbagai idiom bahasa di Nusantara karena merepresentasikan bahasa yang muncul dari jiwa sosial kultural di masing-masing daerah.

Kaitannya dengan perkembangan musik dan teknologi, karya Aryo Adhianto merupakan hasil elaborasinya atas isu teknologi. Ia bertolak dari pengandaian jika teknologi yang serba canggih bisa secara kontradiktif dibawa ke ranah yang lebih primordial. Idenya adalah bagaimana segala prosedural teknis yang disyaratkan teknologi komputer justru digunakan dengan cara yang serba intuitif. Dan bagaimana suara yang dihasilkan komputer diasosiasikan dengan kegiatan yang lebih intuitif, misalnya berdansa.

Elaborasi komposisi Kristijan Krajncan juga tidak jauh berbeda dengan para komponis lain, bahwa komposisinya ini merupakan eksplorasi atas tradisi dan budayanya, yakni folklore musik Slovenian. Komposisinya merupakan elaborasi terhadap musik tradisi Slovenia yang diiterpretasikan dari sudut pandang musik kontemporer dan latar belakang kultural Kristijan yang justru lebih dekat dengan musik-musik Klasik.

Bagi para pendengar yang belum sempat menyaksikan rangkaian acara ini, Pekan Komponis Indonesia 2021 masih dapat disaksikan kembali dengan mengakses kanal youtube Dewan Kesenian Jakarta

11 November 2021

Abstraksi Magazine ini memuat wawasan mendasar tentang pelaku-pelaku musik, khususnya pendengar dan pemain musik, serta hal-hal yang mereka lakukan dalam kegiatan musikal.

Dukung kami untuk menghasilkan konten-konten berbasis pengetahuan yang berkualitas.

Abstraksi musik adalah start-up media musik yang berfokus pada pemberdayaan dan pengembangan ekosistem musik di Indonesia.

Download

Follow Abstraksi

© Abstraksi Musik.